Insiden dan Keparahan Penyakit pada Sistem Monokultur dan Tumpangsari: Studi terhadap Empat Tanaman Utama

Main Article Content

Ahmad Abyan Aushaf

Abstract

Paradigma pertanian konvensional, yang dicirikan oleh sistem penanaman monokultur ekstensif, telah menunjukan peningkatan dalam produksi pangan guna memenuhi permintaan global. Namun, pendekatan tersebut telah menimbulkan biaya lingkungan yang signifikan. Pertanian monokultur terbukti mengganggu keanekaragaman hayati dan keseimbangan ekologi, dan memiliki konsekuansi berupa penggunaan pupuk dan pestisida kimia secara luas akibat ancaman hama dan penyakit yang ditimbulkan. Akibatnya, hal tersebut menimbulkan ancaman tidak hanya bagi tanaman tetapi juga bagi satwa liar di sekitarnya yang merupakan bagian integral dari keberlanjutan ekosistem pertanian (Tudi et al., 2021; Crews et al., 2018).


Tumpang sari, praktik bercocok tanam dengan menanam dua jenis tanaman atau lebih secara serentak dalam satu bidang tanah, telah muncul sebagai alternatif. Sistem penanaman yang secara global dikenal dengan istilah intercropping ini menawarkan potensi untuk menekan penyakit tanaman dengan mengubah iklim mikro di sekitar tanaman, sehingga menghambat kelangsungan hidup dan penyebaran patogen (Bodreau, 2013; Zhang et al., 2019). Berbagai penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa tumpang sari dapat secara efektif mengurangi kejadian penyakit yang ditularkan melalui tanah, seperti layu fusarium dan busuk akar, melalui mekanisme alami yang meningkatkan keanekaragaman hayati dan fungsi ekologi (Chadfield et al., 2022; Chang et al., 2020). Namun, bagaimana peningkatan keragaman tanaman dalam sistem ini dapat membantu menekan penyakit dan meningkatkan hasil panen masih belum diteliti dengan baik dan belum sepenuhnya dipahami (Ampt et al., 2022). Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk memahami lebih lanjut bagaimana penerapan sistem tumpang sari dalam pertanian memengaruhi produktivitas dan penekanan penyakit.


Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi insidensi dan tingkat keparahan penyakit jamur dan oomycete pada empat jenis tanaman pangan—labu, kacang faba, kubis, dan kentang—yang dibudidayakan di sistem monokultur dan tumpang sari pada lahan pertanian organik di Droevendaal, Wageningen, dari bulan Juni hingga September 2024. Pendekatan yang digunakan melibatkan pemantauan mingguan secara detail terhadap gejala penyakit, tingkat keparahan, serta kondisi lingkungan yang mempengaruhi perkembangan penyakit.


Penelitian ini dirancang untuk membandingkan dinamika penyakit di lahan monokultur dan tumpang sari, yang melibatkan tiga replikasi, dengan metode pengambilan sampel yang mencakup area tepi dan tengah untuk mengantisipasi adanya variasi iklim mikro. Pemeriksaan mikroskopis dan analisis media kultur digunakan untuk mengidentifikasi patogen, yang didukung oleh kajian pustaka yang mendalam. Uji statistik ANOVA berulang (Repeated Measures ANOVA) dan Regresi Linear digunakan untuk menganalisis data keparahan penyakit dari waktu ke waktu dan mendapatkan model tren dan pola perkembangan penyakit yang terjadi.


Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran lengkap tentang jenis patogen, prevalensinya, serta faktor-faktor yang memengaruhi penyebaran penyakit dari waktu ke waktu. Hasil penelitian diharapkan dapat menjelaskan manfaat penanaman tumpang sari dibandingkan monokultur dalam menurunkan insidensi, prevalensi, dan tingkat keparahan penyakit, serta meningkatkan produktivitas tanaman secara keseluruhan.


Indonesia, dengan sektor pertaniannya yang luas, menghadapi tantangan yang signifikan dalam menjaga keberlanjutan sekaligus memastikan ketahanan pangan bagi penduduknya yang terus bertambah. Hasil penelitian ini dapat memiliki implikasi yang mendalam bagi pertanian Indonesia. Dengan menunjukkan manfaat praktis sistem tumpang sari dalam pengelolaan penyakit dan peningkatan produktivitas, penelitian ini dapat menjadi rujukan bagi perencanaan kebijakan pertanian nasional dan praktik budidaya pertanian di berbagai level. Penerapan praktik pertanian berkelanjutan semacam ini dapat mengarah pada pengurangan ketergantungan pada pestisida kimia, pelestarian flora dan fauna asli, peningkatan kesuburan tanah, dan pada akhirnya, peningkatan kedaulatan pangan dalam jangka panjang. Wawasan penelitian ini dapat menjadi dorongan bagi pengembangan iklim riset yang berorientasi pada lingkungan dan keberlanjutan, mengembangkan program pelatihan dan layanan penyuluhan yang bertujuan untuk mempromosikan teknik pertanian berkelanjutan di kalangan petani Indonesia, yang sejalan dengan tujuan pembangunan bangsa yaitu keberlanjutan lingkungan dan ketahanan ekonomi dalam menghadapi perubahan iklim.

Article Details

How to Cite
Insiden dan Keparahan Penyakit pada Sistem Monokultur dan Tumpangsari: Studi terhadap Empat Tanaman Utama. (2025). Research Database PPI Belanda, 1(01). https://jurnal.ppibelanda.org/index.php/jppib/article/view/52
Section
Work in Progress Articles

How to Cite

Insiden dan Keparahan Penyakit pada Sistem Monokultur dan Tumpangsari: Studi terhadap Empat Tanaman Utama. (2025). Research Database PPI Belanda, 1(01). https://jurnal.ppibelanda.org/index.php/jppib/article/view/52