Hype di Teknologi Kuantum dalam Konteks Global dan Relevansinya untuk Indonesia

Main Article Content

Muhammad Unggul Karami

Abstract

Teknologi kuantum 2.0 dapat dianggap sebagai teknologi baru yang berpotensi dapat menyelesaikan masalah-masalah sosial. Salah-satunya untuk mempercepat proses penemuan obat untuk penyakit-penyakit yang sekarang belum ada obatnya. Namun, teknologi kuantum 2.0 juga diprediksi untuk dapat membobol sistem enkripsi yang sekarang mengamankan internet. Teknologi kuantum 2.0 berdasar pada dua fenomena kuantum, yaitu superposisi dan entanglement. Para pakar dan akademisi berpendapat bahwa jika kita dapat memanipulasi kedua fenomena tersebut, kita dapat menggunakan dua fenomena tersebut sebagai basis untuk membuat teknologi baru, yaitu teknologi kuantum 2.0. Teknologi ini dianggap mempunyai aplikasi dampak yang luas, yang di antaranya sudah saya sebutkan di alinea sebelumnya. Potensi aplikasi teknologi kuantum ini banyak diliput oleh media. Di satu sisi, liputan ini dapat membuat teknologi kuantum dikenal oleh masyarakat. Namun disisi lain, liputan-liputan ini juga berpotensi mengandung hype yang berlebihan sehingga rentan mengandung misinformasi.


Dalam konteks pengembangan teknologi baru, Hype bisa dianalisis menggunakan beberapa sudut pandang. Dari sudut pandang science communication, Hype diasosiasikan sebagai sesuatu yang buruk (Caulfield C Condit, 2012). Hype dianggap terlalu fokus kepada potensi- potensi manfaat teknologi baru tersebut. Sementara itu, risiko dan dampak sosial sering kali tidak tersorot dan mendapatkan perhatian. Sebagian akademisi juga berpendapat bahwa fenomena hype ini juga sebabkan oleh menyebarnya informasi yang tidak berdasar (misinformasi) yang dapat menyebabkan hilangnya kepercayaan akan ilmu pengetahuan (Intemann, 2022; Master C Resnik, 2013).


Dari sudut pandang science and technology studies (STS), Hype dipandang sebagai sesuatu yang esensial terhadap pengembangan teknologi. Hype punya efek performatif (performative effect) dalam pembentukan ekspektasi kolektif (collective expectation) dalam suatu pengembangan teknologi baru (Borup et al., 2006; Konrad C Alvial Palavicino, 2017). Ekspektasi kolektif ini lalu berperan dalam menentukan arah pengembangan teknologi itu sendiri. Ekspektasi spekulatif terhadap bentuk teknologi di masa depan diluncurkan secara strategis oleh aktor-aktor untuk mendapatkan dukungan, baik dukungan sosial, politis, dan finansial. Dukungan-dukungan ini penting untuk mengembangkan teknologi baru.


Untuk menganalisis hype, Saya akan menggunakan konsep sociotechnical imaginaries. Sociotechnical imaginaries didefinisikan sebagai “visi yang dipegang secara kolektif, distabilkan secara institusional, dan dilaksanakan secara publik tentang masa depan yang diinginkan [...] mendukung kemajuan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi” (Jasanoff, 2015). Menggunakan konsep ini, kita dapat mengidentifikasi bentuk-bentuk imaginaries yang berkontribusi dalam pembentukan evolusi, dan pergerakan hype.


Hype dapat bergerak dari satu lingkaran ke lingkaran lain di dalam masyarakat (Caulfield C Condit, 2012; Konrad C Alvial Palavicino, 2017). Jika hal ini kita lihat dalam konteks global, dapat kita asumsikan juga bahwa hype bergerak juga dari negara ke negara. Sejauh ini, dinamika hype teknologi kuantum baru diteliti di negara-negara global north. Hype juga mempunyai efek performatif untuk memberi arahan perkembangan teknologi. Keadaan ini mengundang kita untuk meneliti dinamika hype di negara-negara global south, salah satunya Indonesia. Terlebih lagi, Gercek dan Seskir (2024) berargumen bahwa akibat sumber daya dan akses yang tidak tersebar merata, jurang kuantum akan terbentuk di antara negara-negara yang punya akses dan yang tidak ke teknologi kuantum. Pergerakan hype ke negara-negara global south bisa jadi pencetus ikut sertanya negara-negara tersebut di pengembangan teknologi kuantum. Namun kita tentu tidak menghendaki perkembangan teknologi di Indonesia didasari oleh misinformasi.


Menggabungkan framework dari science communication dan STS, yaitu hype-pipeline dan hype- wave, Saya akan menganalisis dinamika hype di tiga lingkaran masyarakat: ilmiah, kebijakan, dan media (Caulfield C Condit, 2012; Konrad C Alvial Palavicino, 2017). Riset saya akan berfokus di negara-negara global south, salah satunya Indonesia. Pada tiap-tiap lingkaran dan negara, saya akan melakukan analisis konten kualitatif untuk mendapatkan tema-tema hype yang ada. Hype atau indikasi pembentukan hype akan diidentifikasi menggunakan konsep sociotechnical imaginaries. Sumber yang saya akan gunakan untuk masing-masing lingkaran adalah, secara berurutan: artikel ilmiah, dokumen kebijakan, dan press relase C pemberitaan di media.


Tujuan riset saya terbagi menjadi dua: Pertama, memperkaya pemahaman dinamika hype dengan menambahkan faktor negara/geografis ke framework yang sudah ada. Kedua, memberi gambaran kepada rekan-rekan sejawat sesama peneliti teknologi kuantum di Indonesia, terutama untuk menghadapi dilema hype. Karena, di satu sisi hype memberi visi ke pengembangan teknologi, namun di sisi lain, hype juga berpotensi menjadi misinformasi. Harapan saya, hasil riset ini dapat digunakan untuk membangun momentum supaya pengembangan teknologi kuantum di Indonesia bisa mendapatkan sumber daya yang memadai dengan potensi misinformasi yang minimal.

Article Details

How to Cite
Hype di Teknologi Kuantum dalam Konteks Global dan Relevansinya untuk Indonesia. (2025). Research Database PPI Belanda, 1(01). https://jurnal.ppibelanda.org/index.php/jppib/article/view/36
Section
Work in Progress Articles

How to Cite

Hype di Teknologi Kuantum dalam Konteks Global dan Relevansinya untuk Indonesia. (2025). Research Database PPI Belanda, 1(01). https://jurnal.ppibelanda.org/index.php/jppib/article/view/36

References

Borup, M., Brown, N., Konrad, K., & Van Lente, H. (2006). The sociology of expectations in science and technology. Technology Analysis & Strategic Management, 18(3-4), 285-298. https://doi.org/10.1080/09537320600777002

Caulfield, T., & Condit, C. (2012). Science and the Sources of Hype. Public Health Genomics, 15(3-4), 209-217. https://doi.org/10.1159/000336533

Gercek, A. A., & Seskir, Z. C. (2024). Navigating the Quantum Divide(s) (arXiv:2403.08033). arXiv. https://doi.org/10.48550/arXiv.2403.08033

Intemann, K. (2022). Understanding the Problem of “Hype”: Exaggeration, Values, and Trust in Science. Canadian Journal of Philosophy, 52(3), 279-294. https://doi.org/10.1017/can.2020.45

Jasanoff, S. (2015). One. Future Imperfect: Science, Technology, and the Imaginations of Modernity. In S. Jasanoff & S.-H. Kim (Red.), Dreamscapes of Modernity: Sociotechnical Imaginaries and the Fabrication of Power (pp. 1-33). University of Chicago Press. https://doi.org/10.7208/9780226276663-001

Konrad, K., & Alvial Palavicino, C. (2017). Evolving Patterns of Governance of,and by, Expectations: The GrapheneHype Wave. In D. M. Bowman, E. Stokes, & A. Rip (Red.), Embedding New Technologies into Society (1ste dr., pp. 187-217). Jenny Stanford Publishing. https://doi.org/10.1201/9781315379593-9

Master, Z., & Resnik, D. B. (2013). Hype and public trust in science. Science and Engineering Ethics, 19(2), 321-335. https://doi.org/10.1007/s11948-011-9327-6