Well-being Masyarakat Petani Padi di Jawa, 1750-1900
Main Article Content
Abstract
Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk memahami konsep well-being atau kesejahteraan multidimensi bagi masyarakat petani padi di Jawa pra-kolonial, mengukur kondisi well-being mereka, dan melacak bagaimana keadaan tersebut berubah di bawah solidifikasi negara kolonial. Konsep well-being digunakan sebagai pengganti konsep lama seperti PDB (Produk Domestik Bruto) dan standar hidup (living standard). Hal ini didasarkan pada perkembangan terkini dalam bidang ekonomi yang semakin mengakomodasi kepentingan komunitas dan lingkungan, selain kesejahteraan material individu (Hosseini, 2018; Ramrattan, Szenberg, 2021; Trosper, 2022). Variabel kunci yang akan dikaji adalah kualitas pangan, mitigasi bencana, peran gender, kepemilikan lahan, dan ekspresi seni.
Perdebatan mengenai pengukuran standar hidup telah lama menjadi pusat dalam upaya menciptakan sistem ekonomi yang lebih baik. Padahal, pemunculan narasi alternatif tidak kalah penting dari penciptaan atau perbaikan sistem. Sebagai contoh, meski metrik seperti PDB bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mereka memiliki efek samping mempromosikan individualisme. Dalam masyarakat yang hingga baru-baru ini masih bersifat komunal seperti di Jawa, kurangnya kesadaran atas hak individu menyebabkan kurangnya kesadaran akan keterbatasan fasilitas publik dan keterbatasan perlindungan sosial. Hasilnya, meskipun catatan pertumbuhan ekonomi tahunan negara dan nominal penghasilan masyarakat meningkat, kualitas hidup mereka justru menurun. Narasi alternatif dibutuhkan antara lain untuk membuat masyarakat menyadari apa yang telah diambil dari mereka.
Penelitian ini berfokus pada periode 1750-1900 dalam sejarah ekonomi Jawa, mengkaji masa-masa makmur terakhir dalam ekonomi padi (1750-1800) dan pembentukan negara kolonial (1800-1900). Para sejarawan telah menunjukkan bahwa ekonomi padi di Jawa masih layak hingga masa awal kolonialisme Belanda (Knaap, 1996; Carey, 1986; Lombard, 1996; Pratiwi, 2021). Dengan mempelajari periode pertama, kita memperoleh wawasan tentang institusi lokal dalam kondisi idealnya, sementara periode kedua memungkinkan kita untuk melihat bagaimana kualitas-kualitas tersebut bertahan, beradaptasi, atau berubah di bawah modernisasi kolonial. Penelitian ini secara khusus mengkaji masyarakat padi di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur, termasuk komunitas yang telah berdiri sejak Masa Kuna (abad V-XV) serta area penanaman padi yang baru dibuka pada abad ke-18. Istilah ‘masyarakat’ mengacu pada semua individu dan komunitas yang terlibat dalam ekonomi padi dari budidaya hingga perdagangan.
Variabel well-being yang akan dibahas dalam penelitian ini ditentukan dengan mempertimbangkan, pertama, perkembangan terbaru dalam diskursus kualitas hidup dan kedua, ketersediaan sumber, dengan penekanan pada variabel-variabel yang belum banyak dipelajari sebelumnya. Dalam penelitian ini, masyarakat padi di Jawa tidak akan dilihat sebagai individu tetapi sebagai komunitas. Periode pertama akan menggunakan arsip VOC, catatan perjalanan, dan sumber-sumber lokal khususnya Serat Centhini yang menangkap dunia intelektual Jawa pada abad ke-18. Periode kedua akan menggunakan sumber-sumber kolonial, surat kabar, studi, catatan perjalanan, dan juga sumber-sumber lokal. Studi ini akan mencoba menyeimbangkan sumber dari pemerintah (VOC dan negara kolonial), pengamat asing (catatan perjalanan dan surat kabar), serta masyarakat lokal (surat kabar dan sumber-sumber lokal).
Penelitian ini akan menjadi salah satu studi pionir yang menggabungkan sejarah lingkungan dan sejarah ekonomi di Indonesia. Metodologi sejarah ekonomi lingkungan yang diterapkan pada kasus lokal untuk melihat perkembangannya dalam jangka panjang akan mengungkapkan detail yang berguna bagi studi ekonomi masa kini. Menurut Pim de Zwart (2018: 134), pendekatan sejarah ekonomi semacam ini dapat memperkuat elemen pragmatisnya. Selain itu, penelitian ini juga akan menjadi dokumentasi tentang masyarakat petani padi Jawa dan institusi mereka pada abad ke-18 dan ke-19. Dalam jangka panjang, penelitian ini bertujuan untuk membantu memecahkan masalah ekonomi dan lingkungan di Indonesia, terutama dalam merumuskan faktor-faktor penentu kualitas hidup yang harus diperhitungkan, demi masa depan yang lebih berkelanjutan dan sejahtera.
Article Details

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
How to Cite
References
Boomgaard, Peter. “From Riches to Rags? Rice Production and Trade in Asia, Particularly Indonesia, 1500-1950”. Greg Bankoff, P. Boomgaard (ed.). A History of Natural Resources in Asia: The Wealth of Nature. New York, N.Y.: Palgrave Macmillan, 2007. p. 185-203.
Booth, Anne. “Living Standards and the Distribution of Income in Colonial Indonesia: A Review of the Evidence.” Journal of Southeast Asian Studies, Vol. 19, No. 2 (September 1988). p. 310-344.
Caradonna, Jeremy L. Sustainability: A History. Oxford: Oxford University Press, 2014.
Carey, Peter. “Waiting for the „Just King‟: The Agrarian World of South-Central Java from Giyanti (1755) to the Java War (1825-1830).” Modern Asian Studies. Vol. 20, No. 1 (1986). p. 59-137.
De Zwart, Pim. “The Future of Global Economic History: Regional Comparisons to Address Global Questions.” The Low Countries Journal of Social and Economic History (TSEG), Vol. 15, No. 2/3 (2018). p. 129-142.
_____, Jan Luiten van Zanden. “Labor, Wages, and living standards in Java, 1680-1914.” European Review of Economic History, Vol. 19 (2015) p. 215-234.
Diamond, Jared. Dunia hingga Kemarin. Jakarta: KPG. 2015.
Dick, Howard, et.al. The Emergence of a National Economy: An Economic History of Indonesia, 1800-2000. London: Allen&Unwin, 2002.
Fernando, M.R. “The worst of both worlds: Commercial Rice Production in West Indramayu, 1885-1935.” Journal of Southeast Asian Studies, Vol. 41-3 (2010), pp 421-448.
_____. “Famine in a land of plenty: Plight of a rice-growing community in Java, 1883-84.” Journal of Southeast Asian Studies. Vol. 41-2. p. 291-320.
Hickel, Jason. Less is More: How Degrowth Will Save the World. Penguin Random House UK, 2020.
Hosseini, Hamed S.A. “From well-being to well-living: Towards a post-capitalist understanding of quality of life.” Australian Quarterly, Vol. 89-2 (2018) p. 35-40.
Irhash Ahmady, et.al. Java Collapse: Dari Kerja Paksa hingga Lumpur Lapindo. Yogyakarta: Insist Press, 2010.
Knaap, Geertz. Shallow Waters, Rising Tide: Shipping and Trade in Java around 1775. Leiden: KITLV Press, 1996.
Lindblad, Thomas (ed.). Sejarah Ekonomi Modern Indonesia, Berbagai Tantangan Baru. Jakarta: LP3ES, 1998.
Lombard, Denys. Nusa Jawa Silang Budaya Jilid 2: Jaringan Asia. Jakarta: EFEO - Coéditions, Forum Jakarta-Paris, Gramedia Pustaka Utama, 1996.
Patel Raj, Jason W. Moore. A History of the World in Seven Cheap Things: A Guide to Capitalism, Nature, and the Future of the Planet. Victoria: Black Inc., 2018.
Ramattan, Lall, Michael Szenberg. Fundamentals of Happiness: An Economic Perspective. Northampton: Edward Elgar Publishing, 2021.
Shrikker, Alicia, Jeroen Touwen. Promises and Predicaments: Trade and Entrepreneurship in Colonial and Independent Indonesia in the 19th and 20th Centuries. Singapore: NUS Press, 2015.
Trosper, Ronald L. Indigenous Economics: Sustaining Peoples and Their Lands. University of Arizona Press: 2022.
Van der Eng, Pierre, et.al. “Long-Term Economic Growth and the Standard of Living in Indonesia” Working Papers in Economic and Econometrics. ANU, February, 2010.
_____. “The biological standard of living and body height in colonial and post-colonial Indonesia, 1770-2000.” Springer Science+Business Media, 29 August 2012.
_____. “Food for Growth: Trends in Indonesia’s Food Supply, 1880-1995.” The Journal of Interdisciplinary History, Vol. 30-4 (2000). P. 591-616..
Van Zanden, Jan Luiten, Daan Marks, Ekonomi Indonesia 1800-2010, Antara Drama dan Keajaiban. Jakarta: Kompas, 2012.
Wahjudi Pantja Sunjata, et.al. Kuliner Jawa dalam Serat Centhini. Yogyakarta: BNPB, 2014.