Meme, Humor, dan Sensitivitas Agama: Menavigasi Batas Kebebasan Ekspresi di Era Digital
Main Article Content
Abstract
Meme Stupa Borobudur yang viral pada bulan Juni 2022 menjadi contoh mencolok bagaimana humor digital dapat bersinggungan dengan kepekaan budaya dan agama, mengubah sindiran ringan menjadi sumber kontroversi yang memicu kemarahan. Meme ini, yang menggambarkan stupa Candi Borobudur dengan wajah mirip Presiden Joko Widodo, memancing protes keras dari kalangan umat Buddha yang merasa dihina. Tuduhan ujaran kebencian dan penghinaan agama pun bermunculan, menunjukkan kompleksitas humor dalam dunia digital, di mana simbol-simbol religius dan budaya dapat digunakan dengan cara yang tidak hanya memancing tawa, tetapi juga menimbulkan penghinaan dan konflik hukum.
Penyebaran meme ini dengan cepat dan reaksi yang beragam mencerminkan peran kuat humor digital dalam membentuk wacana publik. Meme yang sering kali dianggap remeh dapat membawa dampak yang lebih dalam, melampaui kritik sosial hingga menyentuh sensitivitas agama. Dalam kasus ini, meme Borobudur tidak hanya menjadi alat untuk mengkritik kebijakan pemerintah terkait kenaikan harga tiket Candi Borobudur, tetapi juga memicu anggapan tidak hormat terhadap simbol religius yang dianggap sakral oleh jutaan umat Buddha. Kontroversi ini menyoroti tantangan yang dihadapi Indonesia dalam menyeimbangkan kebebasan berekspresi dengan penghormatan terhadap nilai-nilai budaya dan agama di era digital. Bagaimana meme digital yang awalnya satir terhadap kebijakan pemerintah bergeser menjadi humor religius yang menimbulkan kontroversi dan memengaruhi keseimbangan antara kebebasan berekspresi dan penghormatan terhadap nilai-nilai budaya serta agama di Indonesia?. Studi ini bertujuan mengeksplorasi dinamika ini, menyoroti implikasi yang lebih luas dari humor yang tampaknya tidak berbahaya, namun kenyataannya, dapat membawa konsekuensi budaya dan sosial yang serius.
Penelitian ini menggunakan Sentiment Analysis dan wawancara kualitatif untuk memahami reaksi publik terhadap meme Stupa Borobudur di media sosial. Hasil analisis sentimen menunjukkan bahwa respons publik sangat terpecah; sebagian besar komentar negatif muncul dari kalangan yang merasa simbol religius mereka dihina, sementara tanggapan positif datang dari mereka yang melihat meme ini sebagai kritik kreatif terhadap kebijakan pemerintah. Sebagian netral mengungkapkan sikap apatis atau melihat meme hanya sebagai bagian dari budaya digital tanpa memedulikan implikasinya. Temuan ini memberikan gambaran tentang bagaimana masyarakat menafsirkan meme tersebut dan menjadi dasar untuk menggali lebih dalam perspektif melalui wawancara kualitatif.
Wawancara kualitatif mendalami perspektif para informan, menunjukkan bahwa penerimaan terhadap meme tidak dapat dipandang secara hitam putih sebagai “insider” dan “outsider,” melainkan sebuah spektrum yang dipengaruhi oleh latar belakang budaya, agama, dan persepsi individu. Dua teori utama digunakan dalam penelitian ini, yaitu Incongruity Theory yang dikembangkan oleh Immanuel Kant, dan Benign Violation Theory dari McGraw dan Warren.
Penggunaan Incongruity Theory memperlihatkan bahwa humor muncul dari ketidaksesuaian antara simbol religius yang sakral dan konteks politik yang tidak terduga, memicu reaksi tidak hanya tawa, tetapi juga kemarahan dan penghinaan. Ini menegaskan bahwa humor memiliki peran ganda, dapat menjadi pemersatu, tetapi juga dapat memperdalam perpecahan sosial. Dalam konteks Benign Violation Theory, temuan menunjukkan bahwa pelanggaran yang dianggap aman dalam satu konteks dapat dianggap sangat ofensif dalam konteks lain, terutama ketika simbol religius digunakan dalam humor. Penelitian ini memperluas teori dengan menambahkan dimensi kekuasaan dan peran sosial, di mana humor sering kali mencerminkan dinamika kekuasaan, dengan tokoh publik menjadi objek dalam pelanggaran yang dianggap tidak aman, sehingga memperkuat tensi sosial. Pelanggaran dalam humor tidak hanya soal apa yang dikatakan, tetapi juga siapa yang mengatakannya dan dalam konteks apa.
Penelitian ini menambahkan dimensi baru pada kedua teori dengan memasukkan konteks digital, sensitivitas budaya, dinamika sosial, serta kekuasaan, memperkaya pemahaman tentang bagaimana humor berfungsi di masyarakat yang kompleks seperti Indonesia. Temuan ini menekankan bahwa humor digital, meskipun tampak sederhana, namun memiliki implikasi besar terhadap kebebasan berekspresi dan sensitivitas agama, serta menuntut perhatian lebih dalam pengelolaannya di ruang publik digital.
Temuan ini menawarkan wawasan bagi pembuat konten, pengguna media sosial, dan regulator untuk meningkatkan literasi digital dan sensitivitas beragama, serta menyoroti pentingnya dialog lintas budaya dan penyusunan pedoman etika di media sosial. Rekomendasi dari penelitian ini dapat membantu menciptakan lingkungan digital yang lebih harmonis, di mana kebebasan berekspresi dihargai tanpa mengorbankan penghormatan terhadap perbedaan agama dan budaya. Ini relevan bagi pemerintah, platform media sosial, dan masyarakat dalam mencegah konflik, mendorong perdamaian, dan kohesi sosial serta mempromosikan komunikasi yang lebih empatik dan bertanggung jawab di dunia maya.
Article Details

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
How to Cite
References
Attardo, S. (2020). The Linguistics of Humor: An Introduction. Oxford University Press.
Cambria, E., Schuller, B., Xia, Y., & Havasi, C. (2013). New Avenues in Opinion Mining and Sentiment Analysis. IEEE Intelligent Systems, 28(2), 15-21.
Kant, I. (1790). Critique of Judgment.
Kvale, S., & Brinkmann, S. (2009). InterViews: Learning the Craft of Qualitative Research Interviewing. SAGE Publications
Liu, B. (2012). Sentiment Analysis and Opinion Mining. Synthesis Lectures on Human Language Technologies, 5(1), 1-167.
McGraw, A. P., & Warren, C. (2010). Benign Violation Theory: Explaining Humor’s Role in Social Behavior. Psychological Science, 21(8), 1141–1149
Morreall, J. (2009). Comic Relief: A Comprehensive Philosophy of Humor. Wiley-Blackwell
Seidman, I. (2019). Interviewing as Qualitative Research: A Guide for Researchers in Education and the Social Sciences. Teachers College Press.